Selasa, 22 November 2011

Pengertian Lanjut Usia (Lansia)


Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.



Cara Hidup Sehat Pada Lansia
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan.
Ada satu pendapat yang mengatakan “KESEHATAN TIDAK BERARTI SEGALA-GALANYA, TETAPI TANPA KESEHATAN SEGALANYA TIDAK BERARTI”, yang maksudnya orang yang sehat belum tentu hidupnya makmur, segala keinginannya terpenuhi, bisa saja hidupnya sederhana atau biasa saja. Akan tetapi kesehatan itu milik kita yang paling berharga, karena bila sakit kita tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menikmati dengan baik apa yang dimiliki. Oleh karena itu kita harus selalu menjaga, merawat, memelihara dan menyayangi kesehatan.


Hidup Sehat
Setiap orang pasti berkeinginan untuk terus dapat hidup sehat dan kuat sampai tua, untuk mencapainya ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satu caranya adalah berperilaku hidup sehat.
Sebelum membahas tentang cara hidup sehat sebaiknya terlebih dahulu diketahui apa itu sehat. Karena banyak masyarakat yang beranggapan bahwa sehat adalah tidak sakit secara fisik saja. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera jiwa dan raga juga sosialnya. Sehat adalah suatu hadiah dari menjalankan hidup sehat. Oleh karena itu jika ingin terus menerus meningkatkan kesehatan harus menjalankan cara-cara hidup sehat.


Cara Hidup Sehat
Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah:
1. Makan makanan yang bergizi dan seimbang
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 1991):
a. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.
b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).
c. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.
d. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
e. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.
f. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.
g. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.
h. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna.
j. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.
k. Makan disesuaikan dengan kebutuhan
2. Minum air putih 1.5 – 2 liter
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari.
Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.
Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.
3. Olah raga teratur dan sesuai
Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding.
Beberapa contoh olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.
4. Istirahat, tidur yang cukup
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.
5. Menjaga kebersihan
Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih.
Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.
Namun perlu diingat dan disadari bahwa kondisi fisik perlu medapat bantuan dari orang lain, tetapi bila lansia tersebut masih mampu diusahakan untuk mandiri dan hanya diberi pengarahan.

6. Minum suplemen gizi yang diperlukan
Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.
7. Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.
8. Mental dan batin tenang dan seimbang
Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:
a. Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.
b. Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.
c. Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.
9. Rekresi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.
10. Hubungan antar sesama yang sehat
Pertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman, karena hidup sehat bukan hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial. Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman dapat membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan mendorong seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.
11. Back to nature (kembali ke alam)
Seperti yang telah terjadi, gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur awetan, jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya tekhnologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaran walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, tubuh jadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.
Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi paling tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan, makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air putih.
12. Semua yang dilakukan tidak berlebihan
Untuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan.

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS



KEPERAWATAN KELUARGA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. “D” DENGAN DIABETES MELITUS

A.    DEFINISI
            Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.


            Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1.      Klasifikasi Klinis
a.       Diabetes Mellitus
1)      Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2)      Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b.      Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c.       Diabetes Kehamilan (GDM)
2.      Klasifikasi risiko statistik
a.       Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b.      Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

      Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat  penurunan jumlah produksi insulin.

B.     ETIOLOGI
1.      Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a.       Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.      Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.       Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2.      Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
a.       Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
d.      Kelompok etnik

C.    MANIFESTASI KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
1.      Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2.      Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3.      Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

D.    PATOFISIOLOGI
            Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999). 
            Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
            Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
            Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).



PATHWAY

      DM Tipe I                                                                                          DM Tipe II
Jmh sel β pancreas menurun
sel β pancreas hancur
Defisiensi insulin
Katabolisme protein meningkat
Lipolisis meningkat
Hiperglikemia
Idiopatik, usia, genetil, dll
Reaksi Autoimun
 













=
coma
Glukosuria
Diuresis Osmotik
Penurunan BB polipagi
Glukoneogenesis meningkat
Kehilangan elektrolit urine
Gliserol asam lemak bebas meningkat
Ketogenesis
Kehilangan cairan hipotonik
Hiperosmolaritas
Polidipsi
ketoasidosis
ketonuria
 

























E.     DATA PENUNJANG
1.      Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2.      Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3.      Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4.      Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5.      Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6.      Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7.      Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8.      Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9.      Insulin darh: mungkin menurun/tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10.  Urine: gula dan aseton positif
11.  Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.





RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Nyeri akut
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah,  dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri  dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.
Manajemen nyeri :
1.    Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
2.    Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3.    Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
4.    Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5.    Kurangi ontro presipitasi nyeri.
6.    Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
7.    Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8.    Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9.    Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
10.Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.
11.Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
1.    Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2.    Cek riwayat alergi..
3.    Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4.    Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5.    Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6.    Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
·   Respon nyeri sangat individual sehingga penangananyapun berbeda untuk masing-masing individu.
·   Komunikasi yang terapetik mampu meningkatkan rasa percaya klien terhadap perawat sehingga dapat lebih kooperatif dalam program manajemen nyeri.
·   Lingkungan yang nyaman dapat membantu klien untuk mereduksi nyeri.
·   Pengalihan nyeri dengan relaksasi dan distraksi dapat mengurangi nyeri yang sedang timbul.
·   Pemberian analgetik yang tepat dapat membantu klien untuk beradaptasi dan mengatasi nyeri.







·   Tindakan evaluatif terhadap penanganan nyeri dapat dijadikan rujukan untuk penanganan nyeri yang mungkin muncul berikutnya atau yang sedang berlangsung.


2
PK : Infeksi
Setelah dilakukan askep selama 5 x 24 jam perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defsiensi imun  
1.    Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
2.    Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
3.    Batasi pengunjung bila perlu.
4.    Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5.    Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6.    Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7.    Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8.    Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9.    Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10.Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11.Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12.Berikan antibiotik sesuai program.
13.Monitor hitung granulosit dan WBC.
14.Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
15.Dorong istirahat yang cukup.
16.Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.
·    Penularan infeksi dapat melalui pengunjung yang mempunyai penyekit menular.
·    Tindakan antiseptik dapat mengurangi pemaparan klien dari sumber infeksi
·    Pengunaan alat pengaman dapat melindungi klien dan petugas dari tertularnya penyakit infeksi.
·    Perawatan luka setiap hari dapat mengurangi terjadinya infeksi serta dapat untuk mengevaluasi kondisi luka.
·    Penemuan secara dini tanda-tanda infeksi dapat mempercepat penanganan yang diperlukan sehingga klien dapat segera terhindar dari resiko infeksi atau terjadinya infeksi dapat dibatasi.
·    Pengguanan teknik aseptik dan isolasi klien dapat mengurangi pemaparan dan penyebaran infeksi.
·    Satus nutrisi yang adekuat, istirahat yang cukup serta mobilisasi dan latihan yang teratur dapat meningkatkan percepatan proses penyembuhan luka.
·   Hasil kultur positif menunjukan telah terjadi infeksi.

3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1.   kaji pola makan klien
2.   Kaji adanya alergi makanan.
3.   Kaji makanan yang disukai oleh klien.
4.   Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
5.   Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
6.   Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
7.   Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1.   Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
2.   Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
3.   Monitor lingkungan selama makan.
4.   Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
5.   Monitor adanya mual muntah.
6.   Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
7.   Monitor intake nutrisi dan kalori.
Manajemen nutrisi dan monitor nutrisi yang adekuat dapat membantu klien mendapatkan nutrisi sesuai dengan kebutuha tubuhnya.
4
PK: Hipo / Hiperglikemi
Setelah dilakukan askep 3x24 jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia.
Managemen Hipoglikemia:
1.       Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
2.       Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3.       Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4.       Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5.       K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1.       Monitor GDR sesuai indikasi
2.       Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3.       Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4.       Berikan insulin sesuai order
5.       Pertahankan akses IV
6.       Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7.       Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk
8.       Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9.       Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10.    Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11.    Anjurkan banyak minum
12.    Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
Hipoglikemia dapat disebabkan oleh insulin yang berlebian, pemasukan makanan yg tidak adekuat, aktivitas fisik yang berlebiha, Hipoglikemia akan merangsang SS simpatis u/ mengeluarkan adrenalin, klien menjadi berkeringat, akral dingin, gelisah dan tachikardi.







Hiperglikemia dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya: terlalu banyak makan / kurang makan, terlalu sedikit insulin, dan kurang aktivitas.
4
Kerusakan integritas jaringan
Setelah dilakukan askep 6x24 jam Wound healing meningkat:
Dengan criteria
Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan
Wound care
1.       Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers
2.       Catat karakteristik cairan secret yang keluar
3.       Bersihkan dengan cairan anti bakteri
4.       Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5.       Lakukan nekrotomi K/P
6.       Lakukan tampon yang sesuai
7.       Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
8.       Lakukan pembalutan
9.       Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka
10.    Amati setiap perubahan pada balutan
11.    Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12.    Berikan posisi terhindar dari tekanan
Pengkajian luka akan lebih
realible dilakukan oleh pemberi asuhan yang sama dengan posisi yang sama dan tehnik yang sama
5
Kerusakan mobilitas fisik
Setelah dilakukan Askep 6x24 jam dapat teridentifikasi Mobility level
Joint movement: aktif.
Self care:ADLs
Dengan criteria hasil:
1. Aktivitas fisik meningkat
2. ROM normal
3. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak
4. Klien bisa melakukan aktivitas
5. Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga
Terapi Exercise : Pergerakan sendi
1.       Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
2.        Kolaborasi dengan fisioterapi
3.       Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
4.       Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
5.       Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
6.       Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1.       Bantu identifikasi  program latihan yang sesuai
2.       Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1.       Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
2.       Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
3.       Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1.       Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien
2.       Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri
3.       Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
4.       Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5.       Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan
6.       Promosi aktivitas sesuai usia

ROM exercise membantu mempertahankan mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur, meningkatkan kenyamanan.









Pengetahuan yang cukup akan memotivasi klien untuk melakukan latihan.


Meningkatkan dan membantu berjalan/ ambulasi atau memperbaiki otonomi dan fungsi tubuh dari injuri








Memfasilitasi pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri untuk dapat membantu klien hingga klien dapat mandiri melakukannya.

6
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya
Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, pengetahuan klien meningkat.
Knowledge : Illness Care dg kriteria :
1   Tahu Diitnya
2   Proses penyakit
3   Konservasi energi
4   Kontrol infeksi
5   Pengobatan
6   Aktivitas yang dianjurkan
7   Prosedur pengobatan
8   Regimen/aturan pengobatan
9   Sumber-sumber kesehatan
10                     Manajemen penyakit


Teaching : Dissease Process
1.       Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
2.       Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin
3.       Sediakan informasi tentang kondisi klien
4.       Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien
5.       Sediakan informasi tentang diagnosa klien
6.       Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7.       Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8.       Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9.       Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
10.    Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11.    Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12.    Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13.    Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
14. kolaborasi dg  tim yang lain.

Dengan pengetahuan yang cukup maka keluarga mampu mengambil peranan yang positif dalam program pembelajaran tentang proses penyakit dan perawatan serta program pengobatan.

7
Defisit self care
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam klien mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
·   Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)
·   Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri
1.  Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
2.  Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
3.  Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
4.  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
5.  Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
6.  Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
7.  Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8.  Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
Bantuan perawatan diri dapat membantu klien dalam beraktivitas dan melatih pasien untuk beraktivitas kembali.




  

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA
www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.