Jumat, 30 September 2011

GAGAL JANTUNG




A.    DEFINISI
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang  gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.


B.     ETIOLOGI
penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.

C.    PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

Secara ringkas dapat dilihat pada bagan berikut:

Presipitasi

Peningkatan regangan miokard
Hipertropi
Penurunan kontraksi jantung
Pe↑an tekanan pengisisn ventrikel                   
penurunan kardiak output
Pe↑an  proload                                                             
neurohormonal bekerja            Pe↑an  afterload


retensi cairan dan Na                                                              vasokontriksi pembuluh darah



D.    KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Kelas  I            : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas II           : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas
sehari-hari
Kelas III          : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas IV          ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring


E.     TANDA DAN GEJALA
Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
kongesti jaringan
peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak nafas.
peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

Criteria mayor gagal jantung:
    1. dipsnea noktural paroksismal atau orthopnea
    2. peningkatan tekanan vena jugularis
    3. ronkhi basah dan nyaring
    4. kardiomegali
    5. edema paru akut
    6. irama S3
    7. peningkatan tekanan vena
    8. refluk hepatojugular
Criteria minor:
    1. edema pergelangan kaki
    2. batuk malam hari
    3. dipsnea de’effort
    4. hepatomegali
    5. effuse pleura
    6. takikardia

TRAUMA ABDOMEN



A.    DEFINISI
·         Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
          (Sjamsuhidayat, 1997).
·         Definisi menurut Mondor akut abdomen adalah suatu keadaan perut yang dapat membahayakan penderita waktu singkat, hal ini biasa disebut dengan Kasu Emergency.
·         Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
·         Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
·         Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
·         Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
·         Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).


B.     ETIOLOGI
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut non penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)
Anatomi Abdomen
Batas rongga Abdomen :
n  Atas                 : Diafragma
n  Bawah             : Pelvis
n  Depan              : Dinding depan abdomen
n  Lateral             : Dinding lateral abdomen
n  Belakang         : Dinding belakang abdomen       
                                 serta tulang belakang
C.    PATOFSIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi perdarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi  dan tanda-tanda iritasi peritonium dengan cepat akan tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belumtampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997)

PATHWAYS
            Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :
1.      Trauma tumpul abdomen
§  Kehilangan darah.
§  Memar/jejas pada dinding perut.
§  Kerusakan organ-organ.
§  Nyeri
§  Iritasi cairan usus
2.      Trauma tembus abdomen
§  Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
§  Respon stres simpatis
§  Perdarahan dan pembekuan darah
§  Kontaminasi bakteri
§  Kematian sel
1 & 2 menyebabkan :
Kerusakan integritas kulit

Syok dan perdarahan

Kerusakan pertukaran gas

Risiko tinggi terhadap infeksi

          Nyeri akut


D.    TANDA DAN GEJALA
Abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan di atas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilissi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat: Terdapat luka robekan pada abdomen, luka tusuk sampai menembus abdomen. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanya biasanya dari dalam terkena penetrasi perdarahan/memperparah keadaan bisa keluar dari dalam bdomen.
            abdominal pain

E.     PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a.       Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b.      Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c.       Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas

F.     PENGKAJIAN SEKUNDER
a)      pengkajian fisik
1.      Inspeksi
§  harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya tumor, dilatasi
                      vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
§  Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue sehingga
                      melemaskan dinding perut dan rasa sakit
2.      Palpasi
§  Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan titik
                      McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign, rebound tenderness
§  Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi, tumor,
                      appendikuler infiltrate

§  pemeriksaan vaginal  
3.      Perkusi
§  Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
4.      Auskultasi
§  harus sabar dan teliti
§  borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
§  silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik

G.    PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
a.       Stop makanan dan minuman
b.      Imobilisasi
c.       Kirim ke Rumah Sakit

       Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
       Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan, dari DPL  adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan  intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain: (Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya. Trauma pada bagian bawah dari dada, hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas, pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang) Patah tulang pelvis
       Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar dalam BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon ayau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telahdiketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB.
       Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm3 dari 500 sel/mm3, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cidera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi.
Kontraindikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
(a).  Wanita hamil
(b).  Pernah operasi abdominal
(c).  Operator tidak berpengalaman, bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan.

1.      Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)
(a).         Bila terjadi luka tusuk ( pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
(b).        Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
(c).         Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan verban steril.
(d).        Immobilisasi pasien
(e).         Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
(f).         Apabila ada lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
(g).         Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.

Trauma penetrasi
          Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluaryang berdekatan.
·         Skrining pemeriksaan rontgen.
          Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
·         IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
        Dilakukan untuk mengetahui jenis cidera yang ada.
·         Uretrografi
        dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
·         Sistografi
          Ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.
Trauma non-penetrasi
       Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
·         Pengambilan contoh darah dan urin
         Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase dan sebagainya.
·         Pemeriksaan rontgen
         Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
·         Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
         Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.

H.    PENGKAJIAN
      Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1.      Trauma Tembus abdomen
·         Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
·          Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
·         Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
·         Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
·         Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
·         Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.



2.      Trauma tumpul abdomen
·         Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
o   Metode cedera.
o   Waktu awitan gejala.
o   Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
o    Waktu makan atau minum terakhir.
o    Kecenderungan perdarahan.
o   Penyakit danmedikasi terbaru.
o   Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
o   Alergi.
·         Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.

I.       MASALAH ATAU DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Nyeri berhubungan dengan agen injuri(fisik/luka tusuk)
2.      PK: Perdarahan
3.      Defisit volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif.
4.      Ketidakefektifan perfusi jaringan

J.      RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Nyeri berhubungan dengan agen injuri(fisik/luka tusuk)



NOC :
{  Pain Level
{  Pain control
{  Comfort level
 Kriteria Hasil:

{  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
{  Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan menegemen nyeri
{  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
{  Tanda vital dalam rentang normal

NIC:
I. Pain Managemen
§  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi.
§  Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
§  Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pasien
§  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
§  berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga
§  Berikan informasi tentang nyeri
§  Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi
§  Berikan analgesik sesuai anjuran
§  Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau terjadi keluhan
§  Monitor kenyamanan pasien terhadap managemen nyeri

II. Analgesik administration

§  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajatnyeri sebelum pemberian obat
§  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
§  Cek riwayat alergi
§  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi analgesik ketika pemberian lebih dari satu
§  Tentukan  Pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
§  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
§  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
§  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
§  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§  Evaluasi keefektifan analgesik, tanda dan gejala (efek samping)


Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Defisit volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif.

Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium


NOC:
v  Fluid balance
v  Hydration
v  Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
v  Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v  Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
v  Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

NIC :
Fluid management
·         Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
·         Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
·         Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin  )
·         Monitor vital sign
·         Kolaborasi pemberian cairan IV
·         Monitor status nutrisi
·         Berikan cairan
·         Berikan diuretik sesuai interuksi
·         Berikan cairan IV pada suhu ruangan
·         Dorong masukan oral
·         Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
·         Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
·         Atur kemungkinan tranfusi
·         Persiapan untuk tranfusi

Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC

PK: Perdarahan




 Perdarahan berhenti, setelah dilakukan perawatan mampu menghentikan perdarahan
dg Indikataor:
Ø    HB tidak kurang dari 10 gr %

NIC: Pencegahan sirkulasi
Aktifitas:
1.Lakukan penilaian menyeluruh tentang sirkulasi; cek nadi, edema, pengisian kapiler, dan perdarahan
2.Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah
3.Pantau jumlah perdarahan yang keluar melalui daerah pembedahan
4.Pantau TTV secara teratur terutama TD dan nadi







Diagnosis
Perencanaan
NOC
NIC
Perfusi jaringan tidak efektif b/d hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
Definisi :
Penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan memberi makan jaringan pada tingkat kapiler
Batasan karakteristik :
-          Perubahan tekanan darah di luar batas parameter
-          Hematuria
-          Oliguri/anuria
-          Elevasi/penurunan BUN/rasio kreatinin
Gastro Intestinal 
-          Secara usus hipoaktif atau tidak ada
-          Nausea
-          Distensi abdomen
-          Nyeri abdomen atau tidak terasa lunak (tenderness)

v  Circulation status
v  Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
·         Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
·         Tidak ada ortostatikhipertensi
·         Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
v  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
v  Monitor adanya paretese
v  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
v  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
v  Monitor kemampuan BAB
v  Kolaborasi pemberian analgetik
v  Monitor adanya tromboplebitis

























K.    DAFTAR PUSTAKA

a.       bedah_abdomen_trauma_dan_nontrauma.html
b.      Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta
c.       Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
d.      Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
e.       penanganan_cedera_tumpul_abdomen.doc
f.       Rab, Tabrani . 1998 . Agenda Gawat Darurat (Critical Care) Jilid 3 . Bandung : PT. ALUMNI.
g.      www.medlinux.blogspot.com
h.      www.medicalanswer.multiply.com